Thursday, April 19, 2007

you never asked | part six

Brandon Ruffian. 16 tahun. Kelas 3 IPA 2. hari itu aku datang ke sekolah jam 6:30. Dani sudah ada di kelas, tapi Aryo belum datang. padahal dia piket hari ini. anehnya, tak ada satupun anak yang mencoba menggodaku setelah kejadian kemarin. biasanya kalo ada yang ketauan naksir gitu langsung digosipin dan digoda-godain abis-abisan. well, maybe it's just my luck. pagi itu aku sangat tidak bersemangat. aku tidak beranjak dari mejaku sedikitpun, hanya menaruh dua tangan di atas meja lalu membenamkan kepalaku di tengah-tengahnya. jam 6:50. kelas sudah ramai. tapi ada satu orang yang hilang, dan satu orang ini biasanya sangat menyita perhatianku. Chika. Chika belum datang. dan ini sudah hampir bel masuk jam 7. ah, mungkin hanya terlambat biasa. tapi biasanya jarang sekali Chika terlambat. Aryo sampai di sekolah bersamaan dengan bel masuk dan sempat mengundang wajah seram Bu Rahma karena mencoba menyelinap masuk ke dalam kelas saat dia sedang memeriksa daftar absen.

"pagi Bu. maaf saya terlambat." kata Aryo di depan kelas.

"kenapa kamu terlambat?" tanya Bu Rahma.

"biasa Bu, macet." jawab Aryo polos.

"ya semua orang juga tahu Jakarta macet, makanya lain kali berangkat lebih pagi. pasang itu jam di jidat kamu, biar nggak terlambat lagi." kata Bu Rahma.

"ya Bu." jawab Aryo pasrah, kemudian berjalan ke tempat duduknya.

pelajaran pun dimulai. sesekali aku memaksakan diri untuk menengok ke belakang, melempar pandanganku ke arah mejanya Chika. mau ngga mau memang harus berpapasan dengan mukanya Dani. untungnya sebelum Bu Rahma sempat melempar kepalaku dengan penghapus papan tulis, aku sudah keburu kembali menengok ke depan sambil memegang tip-ex yang kuambil dari mejanya Dani. itu juga gara2 pelototan matanya Dani, yang seolah2 mengisyaratkan "heh. Bu Rahma ngeliatin tuh. liat ke depan sono! nih tip-ex." tampaknya Bu Rahma hari ini sedang agak2 senewen. apalagi ditambah Aryo yang telat masuk. untungnya pelajaran Bu Rahma tidak begitu membosankan. bel pergantian pelajaran pun akhirnya berbunyi. dan Chika masih belum datang juga.

"man, kenapa lo? dari tadi diem aje. ngga ke kantin lo? jajan? nitip permen dong gue." kata Dani.

"ogah ah, males. males ngapa2in gue." jawabku singkat.

"ah ngga asik loo.. eh guru guru guru." ujar Dani.

dan kemudian seluruh kelas berdiri memberi salam kepada Pak Budi. namun tidak lama kemdian, datang 3 orang, sepertinya anak kelas 2, yang bertugas menarik amal untuk masjid di sekolah. ini kan baru hari Rabu, pikirku. biasanya mereka selalu datang hari Jumat setelah jam istirahat. dan kadang suka digoda2in sama cewek2 di kelas. biasa, mungkin cewek2 yg kurang laku itu pada nyari gebetan di kelas 2. soalnya dulu aku juga pernah beberapa kali digodain. kemudian mereka meminta ijin kepada Pak Budi untuk membacakan pengumuman. hmm, ini pasti bukan sekedar amal jariyah, pasti ada sesuatu yg lain.

"assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." sapa si anak yang membawa map, suasana kelas masih saja ribut, ada cowok2 yang bersiul2, ada cewek2 yang melirik2 sambil ketawa2. ada juga yang sok2 belain mereka dengan berkata

"ehem ehem. oi dengerin dong, kesian kan kalo digodain, heheh cieeeh2 ada yg ngelirik tuh, kelas berapa niiih?"

ujung2nya tetep aja nggodain. kemudian suasana kelas mendadak langsung menjadi hening, aku juga sempat terdiam beberapa saat setelah si anak yang membawa map itu berkata

"innalillahi wa inna ilaihi raajiun. telah berpulang ke rahmatullah, Chika Anindya Putri, siswi kelas 3 IPA 2 pada hari Selasa, 14 September 1999. jenazah akan dikebumikan jam 13:00 siang ini di taman pemakaman Jeruk Purut. untuk itu marilah kita berdoa semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT dan diampuni segala dosa dosanya."

pandanganku kosong. pendengaranku hilang. untuk sesaat aku lupa bagaimana caranya menghirup nafas. aku benar2 terdiam, tak menghirup nafas sedikitpun, sampai jantungku berdetak begitu kencangnya, karena hampir kehabisan oksigen. lalu aku menarik nafas panjang. kepalaku pusing, mataku berkunang2. badanku lemas dan kesemutan. rasanya seperti mau pingsan. tiba2 seluruh badanku gemetar. aku tak kuasa menahan dorongan untuk berteriak. rasanya dada ini penuh sesak. ingin kukeluarkan semuanya.

"bersama itu pula, kami mohon bantuan amal seikhlasnya untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan."

tanpa pikir panjang lagi aku langsung membereskan barang2 di mejaku dan berlari menuju Pak Budi.

"Pak, maaf saya ijin keluar sebentar, terima kasih Pak." kataku.

aku berlari menuju ruang piket. kemudian tanpa pikir panjang aku meminta ijin untuk pulang. setelah beberapa menit berdebat dengan guru piket, akhirnya aku diijinkan untuk pulang. aku tak berbicara sepatah kata pun saat memasuki kelas. Dani juga cuma bisa diam. aku membereskan tasku lalu keluar kelas. keluar sekolah. dan entah apa yang kupikirkan, tiba2 aku tersadar berada di angkutan umum yang menuju rumah Chika. aku tak henti2nya mencoba mengusir bayangan wajahnya dari kepalaku. ingatan tentang dia muncul satu persatu, bergantian. aku tak bisa diam menunggu angkutan umum ini sampai di dekat rumahnya. aku turun dari angkutan dan berlari menerobos kemacetan di sebuah perempatan lampu merah. hampir saja aku terserempet oleh motor yang sedang melintas saat aku turun. namun itu semua tidak menghalangiku untuk mempercepat langkah kakiku.

sesampainya di rumah Chika, perasaanku benar2 ngga enak. dari teras terlihat dan terdengar beberapa orang sedang membaca ayat2 al-quran. entah kenapa suaranya sangat membuat kepalaku pusing, dan telingaku budek. mungkin karena aku masih belum menerima kenyataan kalau Chika sudah meninggal. sejak tadi yang ada di kepalaku hanya kata2 itu. Chika meninggal? ngga mungkin. bohong. pasti bohong. ngga mungkin dia secepat itu. karena itulah di sekolah tadi tanpa sadar aku langsung memutuskan untuk pergi ke rumahnya, untuk memastikan dengan mata kepalaku sendiri. aku menuju ke ruang tamu. terlihat sebuah sosok terbaring disana. aku tak mempercayai mataku sendiri. aku memaksakan diri melangkah menuju meja tempat sosok itu terbaring. dalam pikiranku, aku berpikir, "ini ngga mungkin orang lain, ini pasti Chika, kenapa sih lo masih ngga percaya juga, Brandon?" semakin dekat langkahku semakin berat. tanganku kembali gemetar, saat aku mengangkat kain yang menutupi muka dari jenazah yang terbaring itu. seketika itu juga, terlihat wajah Chika yang sudah sangat pucat, dibalut kain kafan. aku tak bisa melawan kehendak tubuhku lagi, aku hanya diam saja saat tubuhku memaksaku untuk terjatuh dan pingsan. seingatku, aku terbangun di ruang tengah, setelah ditolong oleh orangtuanya Chika.

Brandon Ruffian. 23 tahun. perasaan itu kembali menghantuiku sekarang. aku tak bisa tenang, aku merasakan ada sesuatu yang akan terjadi. kemudian aku mencoba menelpon Amelie. hmm, voicemail, tak ada jawaban. aku mulai curiga. tiga kali aku mencoba menelpon, tapi dijawab oleh voicemail. saat aku mencoba untuk keempat kalinya, tiba2 saja telepon genggamku berdering tepat di telingaku. rasanya gendang telinga ini mau pecah.

"hello." sapaku.

"hi Brandon, this is Mrs. Ashcroft." jawab Mrs. Ashcroft di ujung telepon.

"oh hi! i didn't expect you'd call, heehee.." jawabku.

"i was just wondering. yesterday you said that you're coming for dinner tonight, right?" tanya Mrs. Ashcroft.

"oh yeah! right. i almost forgot. Danisha wanted me to help with her science project, right?" jawabku.

"yes, she's right here at home. waiting for you. so, what time will you be here?" tanyanya.

"i'll be there right away. maybe around 5 or 6 o clock." jawabku.

"ok then, be careful on your way here, ok?" balasnya.

"ok, see you later Mrs. Ashcroft. bye." kataku.

"bye." kata Mrs. Ashcroft.

oke. waktunya membuang jauh2 tentang ingatan masa lalu itu. walaupun begitu, aku tak bisa membohongi perasaanku, ada sesuatu yang ngga beres nih. aku mencoba menelpon Amelie kembali. lagi2 tak ada jawaban. i knew it. something happened and i can feel it. something happened, with Amelie. i don't know what. i don't know why. but i know, that i'm going to find out..

No comments: