Tuesday, December 05, 2006

you never asked | part three

“Bee, kamu masih inget kan janji kita tiap tanggal 26 februari?”

“izzi pizza kemang?”

“iya itu, mmm.. tahun depan kita masih sama2 ngga ya?”

“maksudnya?”

“ngga, aku lagi takut banget kalo kita sampe harus pisah”

“aku ngga kemana2 kok”

“bener? aku bisa punya kamu sampe kapanpun?”

“iya, aku ngga kemana2”

“makasih ya Bee..”

“aku sayang kamu”

“aku juga, sayang banget sama kamu”

pelan2 pandanganku kabur, dan semuanya mulai memutih. silau sekali. mungkin aku seperti orang yg mau mati. ya, aku ngga tau gimana rasanya soalnya belum pernah ngalamin yg namanya di ujung nyawa. tapi tiba2 aku bernafas lagi, walaupun terengah2. badanku basah kuyub, keringat bercucuran. tanpa sadar pula ternyata aku meneteskan air mata. pelan2 pandanganku kembali normal. yg terlihat hanya sebuah ruangan kecil. aku yang sebelumnya terbaring di kasurnya sekarang sedang terduduk lemas. laptop di samping bantalku masih menyala. Microsoft Word pun masih terbuka. sepertinya kursornya juga masih di tempat yg sama seperti tadi malam. ya secara laptopnya sempet aku pindahin ke samping bantal, biar ngga ketendang2 kalo aku tidur. masih persis di sebelah kanan huruf e di akhir kata itu. “Amelie”. hah.. ternyata aku ketiduran. jadi semua itu tadi cuma mimpi. entah kenapa tumben2 nya aku mimpi tentang Priscilla, mantan pacarku yang sudah sejak setahun ini ngga pernah aku denger lagi kabarnya kaya gimana. mimpi yg aneh.

Priscilla dan aku dulu sempet jadian lumayan lama. sekitar 6 tahunan. dan kebetulan Priscilla ini pacar pertamaku, sampai setahun yg lalu dia memutuskan untuk lepas dari aku, karena ngga tahan dengan long distance relationship. memang berat sih. apalagi aku juga jarang pulang ke jakarta, soalnya kuliahku disini bener2 ngga bisa ditinggal2, sibuk terus. akhirnya setelah putus, ya aku bilang sama orangtuaku di jakarta, aku mau stay di sini dulu. toh mereka juga ngga keberatan. maybe i just need some time for myself. yah pacaran2 sama cewek sini lah. tapi nanti pasti ada saatnya aku balik lagi ke jakarta, cuma belom tau kapan. nikmatin aja lah dulu yang sekarang ada di depan mata. di depan mata sih ada laptop. eh, tunggu dulu. wah kursornya berhenti di kata Amelie.. mungkin semalem pas aku nulis berhenti disini, aku ngantuk banget kali ya.. btw itu kok.. jam di ujung kanan bawah itu terlihat seperti angka.. aduh silau bener. angka berapa sih itu? aku memicingkan mata untuk mengimbangi cahaya dari layar laptop yg masuk ke mataku, mencoba memfokuskan mataku pada angka jam yg terletak di kanan bawah itu.

oh crap. jam 9 pagi..!! kenapa si Daryl kampret itu ngga bangunin aku sih? wah bisa telat nih janjian ketemu sama Amelie. haduh. handphone, handphone. mana ya handphone ku. ah ini dia. lho? 3 misscall, private number? ah bodo ah, ngga ada waktu nge-trace balik nomernya. aku musti siap2 mandi2 dan segala macem. mana ya kemarin nomernya Amelie. ya ampuuun. ada di saku baju yang itu. dan baju itu kemarin aku cuci. mati lah. coba telpon Daryl deh, kali aja dia tau. aku mencari nomer Daryl di contacts. tapi belum sampe huruf D, ternyata nomernya Amelie udah aku simpen di contacts. haaah lega. untung udah aku save. ok, waktunya menelpon nih.

sebentar.. aku memang suka agak2 gugup kalo ngomong sama cewek, apalagi pertama kali, hmm.. ah sutralah, go show aja. here goes.. terdengar nada sambung konvensional, tuuut.. tuuut..

“hi, is this Amelie?” sapaku.

“yes, this is her, who is this?” jawabnya sambil balik bertanya.

“it’s me, Brandon, Daryl’s friend, err.. housemate” jawabku.

“oh yeah, the one from that coffee shop, right?” katanya.

“yeah, right. how’re you doin’?” tanyaku.

“fine, thanks. you know what, i was about to go to the breakfast corner in front of your coffee shop” jawabnya.

“no kidding, i was about to go to the coffee shop. wanna meet there?” tanyaku, dengan sedikit berharap.

“hmm.. actually there’s something i like about the breakfast corner across your place, but it’s fine with me if you wanna meet at your coffee shop. besides i need to see Daryl, and i need a place where i can stay for hours.” jawabnya.

“ok then. it’s my treat. i’ll see you later when i get there, ok?” kataku.

“ok, see ya later, bye” jawabnya.

“bye” kataku.

suara Amelie cukup enak didengar, dan pastinya saat menelpon tadi sedikit demi sedikit, walaupun aku tahu itu susah, tapi aku masih saja berusaha melukis raut wajahnya di otakku. rasanya kali ini lebih mudah melakukannya karena aku dibantu dengan suara yang keluar lewat speaker telepon. setiap nafas suaranya kuterjemahkan sebagai goresan lukisan wajahnya yang makin lama tak kunjung juga makin jelas. mungkin harus kuambil fotonya. ya betul. difoto saja. susah amat. hahaha.. wah aku harus segera siap2 nih, udah jam 9:30. aku juga bilangnya tadi langsung ke coffee shop. mati deh. belom milih baju, belom beres2 laptop, aduh handuk kemana pula. mungkin di jemuran deket balkon. nah ini dia. aduh!! apaan tuh yg ketendang? yaaa ampuuun ini Pringles sama Coca Cola kok berantakan gini? abis pula, duh laper. kampret nih si Daryl sama Sean. udah ngga bangunin, pake ngabisin makanan, berantakan pula. wah kapal pecah! aduuuh iya lupaaa air buat mandi juga belom dipanasin. hadoooh, sempet ngga ya jam 10? huh.

aku mulai mandi buru2. di tengah2 suasana hati yang lagi cranky, kayaknya air yg mengguyur kepala rasanya dingiiin, segeeer banget. selesai mandi, aku melihat ke kasur. aduh aku musti beres2 laptop dulu nih. eh, tunggu dulu, perasaan dari tadi kok sepi sih di kamar ini? buset. iPod-ku kemana? kok ngilang gitu dari dock-nya. aku mencoba mencari kesana kemari. jangan2 ngumpet di balik bantal.. oh, ngga ada. di ruang tengah.. duh ngga ada juga. dimana ya kemarin itu terakhir aku taro. tapi perasaan tadi malem begitu aku pasang di dock aku langsung nyebur ke kasur deh. hmm pasti dibawa Daryl nih. mending aku telpon dia aja buat mastiin. lama amat sih ngangkatnya…

“s’up B?” teriak Daryl.

“Daryl, where are you? and what’s with the shouting?” tanyaku.

“i’m at the gameshop, Sean’s with me, and it’s crowded like hell here. i just read the newspaper this morning, PlayStation 3 is here! we’re looking at the new PlayStation 3, B! you gotta be kidding if you’re not jumping here to see it. oh, and by the way, Sean’s taking one home with him, so i’ll definitely pass the gym tonight. if you wanna go to the gym with me tonight, well.. i can’t go. maybe some other time.” jelas Daryl dengan volume suara yang bikin budek.

“WHAT?! PS3?! oh crap! damn you Sean! i’m gonna hate you for the rest of your life, hahaha.. hey D, who’s gonna go with you anyway? duh.. oh by the way, did you snatch my iPod from the speaker dock?” balasku.

“oh yeah, i forget to tell you, i’m borrowing it, just wanna copy some new songs from Sean’s PowerBook, you’ll love them. i’ll return it to you tonight, after the PS3 madness is over. kay?” jawabnya.

“oow ok. catch you later D, i gotta run, i’m seeing Amelie, bye.” jawabku.

“ok, bye” jawab Daryl singkat dan menutup telepon.

aku bergegas ganti baju, siap2 dan buru2 berangkat. secara ini udah jam 9:45 gitu ya.. sial tadi mustinya mandi cuma 5 menit, gara2 ngerokok dulu jadi 10 menit deh. nelpon si Daryl juga ngga penting tuh, aaargh damn. kalo bukan gara2 Daryl ngomong ada PS3, pasti detik ini aku udah di jalan. si Sean beli PS3 juga akhirnya. padahal baru beberapa bulan yang lalu kita bertiga main ke rumahnya nyobain XBOX 360 dan HDTV Samsung-nya yang baru itu. ok, enuff with all that. gotta run to the bus station before it’s 10, or i’ll be a jerk. wih, rush hour nih. tidak lupa mengunci pintu. aku masih punya 10 menit untuk buru2 cabut ke coffee shop, dan mengangkat.. telpon.. what?? my mobile phone’s ringing? hmm private number itu lagi. mungkin adikku, atau orangtuaku. aku mencoba mengangkat telpon dengan santai, sambil berusaha menyembunyikan ketergesa2anku.

“Halo? Brandon?” hmm..? bukan adikku, bukan orangtuaku, tapi sepertinya aku kenal dengan suara ini. siapa ya? seperti suara yang sudah lama sekali ngga pernah terdengar di kupingku.

“Yes, who is this?” tanyaku tanpa basa basi, sambil jalan ke halte bus.

“ini aku, Priscilla. udah lupa ya?” jawab suara di ujung sana. mendadak langkahku terhenti. hampir aja orang yang lagi jalan di belakangku menabrakku. habis tiba2 aku terbengong kaya sapi ompong. mukaku pasti terlihat seperti orang tolol nih. astaga. ya ampun. udah lama banget aku ngga denger suaranya Priscilla. ya memang selama ini aku udah ngga pernah nelpon atau sms apalagi chat di messenger. tumben aja nih dia nelpon duluan. ada apa ya kira2.. di tengah2 keterkejutanku itu, kemudian Priscilla ngomong lagi.

“maaf, aku ganggu ya?” tanyanya.

“oh, heyyy.. apa kabar Pris? ngga ganggu kok, biasa aja, cuma aku kaget banget kamu nelpon, hahaha.. aku lagi di jalan nih, gimana Jakarta? masih macet?” kataku sambil berjalan kaki, dengan nafas yang terengah2. aku bener2 ngga bisa menyembunyikan kekagetanku. tapi lebih ngga bisa lagi kalo jam 10 belum nyampe ke coffee shop. ngga mau sih tepatnya. lalu kemudian aku jalan lagi.

“ya gitu deh.. aku ganggu ngga nih? kamu lagi sama Daryl ya?” sambungnya.

“hahaha.. ngga kok beneran deh. Daryl lagi pergi sama Sean, aku ngga ikut. aku kan sekarang buka coffee shop. ini lagi jalan mau ke sana. kamu sih, ngga pernah contact, jadinya ngga tahu. udah hampir setahun, sekarang baru nongol lagi ke permukaan. ngga kelamaan tuh tenggelemnya?” tanyaku.

“iya maaf, soalnya aku sibuk banget” jawabnya.

“kok kamu ngga pernah ngasih kabar sih? how come i never heard anything from you, even from your friends?” tanyaku.

“well, you never asked..” jawabnya singkat.

belum sempat aku membalas kata2nya, tiba2 terdengar suara tut tut tut. lho keputus? membuatku bertanya2. ada apa ya si Priscilla nelpon kemari. tapi aku yakin kalo ngga penting banget dia ngga akan nelpon kemari. aku pun meneruskan perjalanan menuju coffee shop, sambil dipenuhi pikiran2 dan dugaan2 yang kubuat sendiri. soal Priscilla. kira2 dia nelpon ada perlu apa ya. dan itu masih terbayang2 dari mulai aku tutup telpon, nyampe di halte bus, menunggu 5 menit dan naik bus ke arah kampus. perjalanan dari halte deket apartemen ke coffee shop deket kampus emang cuma 15 menit. tapi kalo jalan kaki entah kenapa akan sangat terasa lama sekali, hahaha.. akhirnya sampe di perempatan Vassar St dan Massachusetts Ave. ah, ini dia. 77 Massachusetts Avenue, Massachusetts Institute of Technology. sepertinya aku harus turun disini. hup. aku melangkahkan kaki kiriku begitu turun dari bus. tinggal jalan kaki sampe ke coffee shop. crap. jam 10:10. mudah2an Amelie masih ada disana.

aku mempercepat langkah. coffee shopnya sudah mulai terlihat. di salah satu jendela terlihat seorang perempuan yang wajahnya berusaha kugambar di otakku sejak kemarin. terlihat sibuk dengan iBooknya. tapi tiba2 pandangan surga itu dikejutkan dengan dering handphone yang menunjukkan ada sms baru. duh siapa sih nih, ganggu aja. pasti si Daryl sama Sean pengen pamer kalo mereka udah pulang sambil bawa PS3 deh. dasar dua orang itu. kubuka inboxku. hmm? sendernya bukan Daryl, tapi “no number”. siapa sih ini? kubuka message itu. kubaca isinya, aku terdiam, aku tetap memandangi pesan itu walaupun kata2 terakhirnya bikin aku mau pingsan.

“Bee, ini aku, Priscilla. sorry tadi telpnya keputus, mungkin jaringannya error. but don’t worry, i’ll be quick. aku cuma mau kamu tau kalau.. aku udah menikah sama orang lain.. jadi mulai hari ini, anggap aja kita udah ngga kenal satu sama lain ya.. take care, bye.”

aku terdiam. langkahku terhenti. padahal aku tinggal beberapa lagkah lagi sampai di coffee shop. sepertinya Amelie melihatku. dia melambai ke arahku dari balik kaca jendela, seperti berkata “hey sini, aku disini lho..” aku memaksakan diri berjalan masuk ke coffee shop, dan menuju ke mejanya. langkahku terasa berat sekali. sepertinya separuh diriku mencoba menarikku, menjauhkan aku dari Amelie, yang sudah ada di depan mataku. mencoba menjebloskan aku kembali dalam perangkap masa lalu. namun aku terlalu keras kepala. aku menarik tubuhku, memaksa kakiku berjalan maju. dan aku menang. akhirnya separuh diriku itu tertinggal di luar, di tempat aku berdiri terdiam sewaktu menerima sms dari Priscilla. saat aku duduk pun, aku bisa melihat separuh diriku ada di luar, memandangi aku yang sedang duduk bersama Amelie. separuh diriku, masih terjebak di masa lalu. masih berusaha menerima kenyataan bahwa aku dan Priscilla sudah tidak akan mungkin bisa bersama lagi.

buku yang lama sudah habis kutulis. tak ada halaman yang tersisa. kini buku itu berpindah ke tangan orang lain. mungkin orang lain itu membaca kisahnya, dan ingin melanjutkan ceritanya. tak mengapa. tulislah sesukamu. aku tak perduli, karena sekarang itu bukanlah tanggung jawabku. aku sudah menulis bagianku, dulu. dan sekarang aku tak akan menulis di buku itu lagi, karena bagianku sudah selesai. sekarang saatnya aku menulis kata pengantar di buku yang baru.

1 comment:

ekSinads said...

Gue suka yang ini. The way you describe how he felt half alive after receiving the sms is very good :D Hihihihi...